Sedang stress memikirkan kerjaan atau banyak masalah? Ingin healing tapi nggak mau menguras budget? Coba deh sekali-kali kamu detoks media sosial.
Di jaman sekarang hampir setiap orang di bumi ini punya setidaknya 1 akun media sosial. Baik itu Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, Snapchat, YouTube, dsb. Rasanya hidup jadi kurang kalau nggak main media sosial. Bagi sebagian besar orang bermain media sosial menjadi aktivitas yang rutin.
Melansir dari databoks, rata-rata pengguna internet menghabiskan waktu 60 menit – 180 menit sehari untuk bermain media sosial. Adapun kelompok umur yang paling sering menggunakan media sosial ada di rentang 16 – 24 tahun. Di Indonesia sendiri jumlah pengguna media sosial sebanyak 191,4 juta pada tahun 2022. Artinya sekitar 70% populasi di Indonesia menggunakan media sosial.
Banyak sekali manfaat media sosial dalam kehidupan sehari-hari seperti sarana untuk aktualisasi diri, berekspkresi, dan berkreasi. Selain itu, beberapa platform sangat potensial sebagai media bisnis dan penjualan, seperti Instagram, TikTok, Facebook. Namun tentu saja, media sosial bak pisau bermata dua, ada sisi positif dan negatifnya.
Fenomena Kecanduan Medsos
Kemudahan untuk mengakses menjadi salah satu faktor media sosial cepat digandrungi oleh semua umur. Selain itu hal yang paling utama adalah banyaknya konten menarik di dalamnya. Berbagai bentuk konten mulai dari video, teks, gambar, sangat memanjakan mata kita dan seolah-olah ada sensasi kesenangan bercampur dengan rasa ingin tau lebih dan lebih. Hal ini yang membuat kita betah untuk scrolling layar ponsel berjam-jam bahkan seharian penuh.
Sebuah studi dari Universitas Harvard, menyatakan bahwa bermain media sosial mengaktifkan sirkuit di otak yang sama saat kita bermain judi dan narkoba. Selain itu adanya banjir likes, komentar, dan membagikan postingan, mengaktifkan area dopamin di otak yang memicu reaksi bahagia dan ketagihan. Efek ini sama seperti saat mengkonsumsi zat adiktif. Ditambah, masing-masing perusahaan teknologi, secara sengaja membuat para pengguna media sosial betah berlama-lama di platform-nya.
Sebagaimana kecanduan itu sendiri adalah berakibat buruk bagi kesehatan fisik dan mental. Di antara efek negatifnya yakni memicu stress, depresi, kehilangan empati, kesepian, pola tidur memburuk, produktifitas sekolah dan kerja menurun, kesulitan berkonsentrasi, dsb.
Sebuah studi mental health dari Singapura, menemukan korelasi erat antara pengguna media sosial dan gangguan kecemasan. Hal ini dikarenakan media sosial memicu kita untuk membanding-bandingkan diri dengan kehidupan orang lain, seperti prestasi, kekayaan, kebahagiaan, dan banyak lagi. Adanya self-comparison yang tidak sehat inilah yang membuat kita menjadi cemas akan masa depan atau kehidupan kita saat ini.
Detoks Media Sosial Sebagai Solusi
Jika kamu merasakan tanda-tanda tidak baik bagi kesehatan mentalmu, ada baiknya mencoba cara detoksifikasi media sosial. Apa itu detoks media sosial?
Detoks media sosial adalah upaya untuk mengurangi intensitas penggunaan media sosial. Bagi sebagian orang detoks media sosial juga berarti menghapus akun media sosialnya secara permanen dan tidak menggunakan media sosial selamanya. Sebenarnya secara kuantitas bisa relatif untuk setiap orang, ada yang 1 minggu penuh tidak bermain media sosial, 1 bulan, bahkan 1 tahun, bergantung pada kebutuhan dan efektifitasnya.
Tren detoks media sosial muncul semenjak media sosial menjadi kanal favorit dan setelah masyarakat merasakan dampak negatif dari penggunaannya.
Pengguna yang pernah melakukan detoks media sosial mendapatkan dampak positif salah satunya kembali menjaga hubungan sosial dengan orang-orang sekitar.
Berbagai manfaat lain dan tips melakukan detoks media sosial akan kita bahas di artikel selanjutnya, Stay Tuned!